part 1 : Jakarta - Hongkong
Melintasi jalanan kota Beijing yang bersih dan penuh gedung-gedung tinggi. Pohon-pohon yang cokelat, kering, tanpa daun, karena waktu itu sudah hampir memasuki musim dingin .Di sela-sela pohon beberapa kali terlihat rajutan erat ranting-ranting kecil sangkar burung.
Melintasi jalanan kota Beijing yang bersih dan penuh gedung-gedung tinggi. Pohon-pohon yang cokelat, kering, tanpa daun, karena waktu itu sudah hampir memasuki musim dingin .Di sela-sela pohon beberapa kali terlihat rajutan erat ranting-ranting kecil sangkar burung.
Saat di Beijing, saya sudah
berjanji untuk menulis tentang pengalaman saya sewaktu 2 minggu di China. And as usual, procrascination selalu jadi
penghambat utama. Hahaha.
But here we goes..
Saya beruntung mendapatkan
kesempatan untuk pergi ke Cina, melalui program telecom seeds the future
Huawei. Program ini adalah program CSR Huawei untuk pengembangan undergraduate
students. Setelah sebelumnya saya menjalani kerja praktek selama satu setengah
bulan di Huawei Tech Investment, Jakarta.
Duh, rasanya senang dan deg-deg an
sewaktu saya dipastikan menjadi salah seorang dari 15 peserta yang akan
berangkat ke Cina.
Tanggal 16 November.
My first take off..
Saya dan 4 orang teman saya dari
IT Telkom (atau Telkom University sekarang) berangkat dari Bandung ke Bandara
Soekarno Hatta, Cengkareng pukul 12 malam. Loh
emang pesawatnya jam berapa? Jam 10 pagi. ?? Iyah kamu nggak salah denger. Untuk jaga-jaga kemungkinan macet
dan lain-lain, dan juga didukung factor over excited, kami berangkat jam 12
malam. Dan kami pun sampai ke Bandara, terminal 2 E jam.. 2.15 pagi. Masih
sekitar 4 jam (waktu check in jam 8 pagi) dari waktu berkumpul, kami
menghabiskan waktu dengan berkeliling bandara, beli cemilan, dan tidur-tiduran. Rasanya sumpah geje banget, haha..
Masih sepi…
Setelah menunggu dalam sepi
sekian lama, akhirnya jam 6, teman-teman dari ITB yang juga berangkat pun mulai
berdatangan. Tiba-tiba Ser.. Ser.. Gubrak! Suara trolley jatuh pun sempat
mengagetkan kami, rupanya PR Huawei kesayangan kami, Mbak Diny, memutuskan
untuk muncul dengan cara tidak biasa. Trolleynya sempat meluncur dan terguling
kearah kami.
Sejatinya Mbak Diny dan Feng Huan
yang akan menemani kami ke Cina. Tapi Mbak Diny ada pekerjaan lain, dan
akhirnya hanya Feng Huan yang akan menemani kami selama di sana.
“Saya masih ada masalah sama
visa. Kalian duluan saja. Saya besok pagi menyusul. Nanti di sana ada yang
menjemput.”, katanya dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar.
Lah?
Akhirnya kami berangkat ber lima
belas tanpa ditemani satupun orang Huawei. Hehe.. Tapi untungnya tidak ada masalah.
Sekitar 5 jam perjalanan, kami sampai ke Bandara Hongkong dengan selamat..
Pengalaman naik pesawat pertama..
Bandara Hongkong sangat besar.
Begitu turun dari pesawat, selintas muncul perasaan haru dan tidak percaya
bahwa kaki sudah menginjak di bagian bumi yang lain.
Begitu keluar, kami kebingungan
ketika melihat hiruk pikuk di luar. Tiba-tiba orang yang berjalan sedikit di
depan saya dipeluk dan diberi bunga. Oalah.. ternyata saya keluar bandara bersamaan
dengan Fatin Shidiqia, juara X-Factor yang kini menjadi bintang dimana-mana.
“Kuwi lho Fatine, mbalik rono.
Itu lho Fatinnya, jalan kearah lain”.
Sayup-sayup terdengar suara perempuan
histeris dalam bahasa Jawa. Ternyata bandara Hongkong hari itu dipenuhi oleh
orang-orang Indonesia yang mengadu nasib ke Hongkong. Dalam hati saya
berpikir.. Ini bandara Hongkong atau dimana... T_T
Kami dijemput oleh Cyntia dari
costumer relationship Huawei. Cyntia ini sebenarnya orang Cina. Seperti
kebanyakan orang Cina lainnya, Cyntia juga punya nama lain dari nama aslinya.
Karena memang kebanyakan nama-nama Cina susah untuk diingat dan disebutkan.
Setelah dibagikan sim card, kami berangkat menuju Shenzhen dengan Bus.
Proses dari bandara Hongkong ke
Shenzhen sangat ribet. Kami harus bolak balik mengangkat tas dari bagasi Bus
untuk menjalani pemeriksaan. Danna, salah seorang dari kami, pun harus digiring
ke ruang interogasi. Untung ada Cyntia yang bisa menyelesaikan masalah
tersebut. Begitu Danna keluar, ia juga masih celingukan bingung ketika ditanya.
“ Nggak tahu. Udah bilang can you
speak English. Tapi tetep aja mereka ngomong pakai bahasa Cina”.
Saat Cyntia datang, baru kami
tahu bahwa pemeriksaan itu hanyalah random check.
Kami pun melanjutkan perjalanan
ke dormitory Huawei di Shenzhen. Waktu itu sudah hamper petang di Cina.. Ada
saat-saat dimana semuanya terdiam, entah kenapa, mungkin sama seperti saya,
menikmati pemandangan Negara lain yang berbeda satu jam dari Indonesia.. untuk
pertama kalinya.. Cina..
(bersambung..)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar